Provinsi Aceh mendapat julukan provinsi termiskin dipulau Sumatra. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Daerah Istimewa Aceh sudah menjadi daerah termiskin dengan daerah lain di tanah Sumatera sejak 2002.
Dari tahun ke tahun, jumlah penduduk miskin di Aceh memang menunjukkan angka penurunan, namun tidak signifikan. Sehingga, tidak menggeserkan Aceh sebagai daerah dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Sumatera.
Padahal Aceh, dulu pernah jaya dan rakyat hidup sejahtera. Di abad ke 17 saat Sultan Iskandar Muda memegang tampuk pemerintahan, Aceh terlihat berwibawa di mata dunia. Kejayaan yang dimiliki Aceh pada itu meliputi berbagai dimensi, termasuk politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keagamaan, pada abad ini Aceh mampu mewujudkan kemajuan yang sihnifikan.
Sekarang miris rasanya Aceh dihuni oleh masyarakat miskin. Banyak anak-anak putus sekolah berasal dari keluarga kurang mampu. Masa depan mereka hanya menjadi ladang bisnis bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dan secara ekonomi, Budaya, dan politik di bandingkan masa dulu Aceh jauh Ketinggalan.
Masalah besar yang dihadapi oleh masyarakat Aceh sekarang adalah kemiskinan. Hampir setiap tahun angka kemiskinan dan penganguran meningkat di Aceh. Mengapa demikian terjadi?, apakah Aceh sudah terkutuk menjadi provinsi termiskin.
Sangat tidak masuk akal Aceh bisa menjadi provinsi termiskin, karena Aceh merupakan salah satu daerah istimewa, banyak anggaran di Aceh, dan salah satu Provinsi yang memiliki Dana Otsus.
Apabila kita lihat dari Backgroundnya tentu Aceh menjadi daerah yang berwibawa, artinya tanpa ada yang mengemis di jalanan, dan tidak ada anak-anak yang putus pendidikan.Dana otonomi khusus (Otsus) Aceh yang sudah digelontorkan oleh pemerintah sejak 2015-2020 Rp 47,6 triliun. Aceh juga merupakan daerah yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah, baik di dalam perut bumi maupun di permukaan bumi.
Oleh karena itu, tidak ada alasan rasional Provinsi Aceh menjadi daerah termiskin di Sumatera dan nomor 5 di Indonesia. Selama 18 tahun Aceh dikucurkan dana Otonomi Khusus, alokasi anggaran untuk peningkatan kualitas SDM secara merata tidak terlaksana dengan baik.
Hasilnya dapat dilihat dari kualitas angkatan kerja Aceh hari ini bermasalah Aceh sudah menjalani 18 tahun masa damai, namun provinsi ini masih berkutat dengan angka kemiskinan yang tinggi. Ada beberapa persoalan serius terkait ketenagakerjaan yang membuat Aceh sulit lepas dari jeratan kemiskinan.
Permasalahan struktur ketenagakerjaan Aceh dan kemiskinan hari ini adalah akumulasi dari kesalahan dan kecacatan tata kelola dari pemerintahan dalam membuat kebijakan dalam jangka waktu 18 tahun terakhir pasca damai.
Kecacatan ini dapat kita lihat dari tingkat produktivitas angkatan kerja yang rendah, struktur ketenagakerjaan yang didominasi oleh sektor kerja nonformal dan tingkat pendidikan rata-rata angkatan kerja di Aceh yang setengahnya tidak sampai mengenyam pendidikan menengah atas menjadi penyebab Aceh sulit keluar dari jurang kemiskinan.
Artinya produktivitas angkatan kerja masyarakat Aceh masih sangat rendah. Harusnya dana Otsus dimanfaatkan dengan baik untuk peningkatan kualitas SDM Aceh secara merata sehingga isu kemiskinan dapat diatasi. Pemerintah provinsi perlu mengambil kebijakan yang dalam memperbaiki keadaan ini.
Perlu ada upaya struktural melalui kebijakan pemerintah yang tepat untuk menyediakan lapangan kerja serta membuka sektor usaha kecil dan menengah yang menyerap tenaga kerja untuk mengatasi pengangguran. Selain itu juga perlu perbaikan kebijakan di sektor pendidikan untuk meningkatkan taraf pendidikan rata-rata masyarakat Aceh secara signifikan.
Pemerintahan Aceh harus bijak dalam merealisasi anggaran. Rencana kerja pemerintah harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bukan kebutuhan pejabat atau kepentingan kelompok tertentu. Membuat sebuah survey di lapangan untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam Rencana Kerja Pemerintah Jangka panjang (RKPJ) sehingga persoalan dalam masyarakat benar-benar tertampung dengan baik sesuai kebutuhan masayarakat di desa-desa.
Program pemerintah bisa mengintervensi langsung pokok persoalan kemiskinan, yaitu penyedian pangan, sandang dan papan yang layak bagi seluruh rakyat. Akan tetapi faktanya pembangunan rumah layak huni atau rumah dhuafa malah dibatalkan atau ditunda berkali – kali. Padahal itu perintah Qanun No.1 tahun 2019 tentang RPJMA. Program yang telah ditetapkan sendiri saja diingkari apalagi yang lain. Mereka justeru sibuk melahirkan program baru yang tidak ada urgensinya sama sekali.
Bisa jadi provinsi Aceh masih terkutuk menempati rangking satu sebagai daerah termiskin di Sumatera dikarenakan program pemberdayaan Ekonomi dan pengentasan kemiskinan dari Pemerintah Aceh serta Pemerintah Kabupaten/Kota tidak menyentuh langsung kantong – kantong kemiskinan yang ada.
Maka dari pada itu pemerintahan harus mengevaluasi kembali secara sistematis untuk mengendalikan keadaan sosial ekonomi daerah kita ini yang sangat memprihatinkan, terutama Pemerintahan Aceh harus bijak dalam merealisasi anggaran. Rencana kerja pemerintah harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga persoalan dalam masyarakat benar-benar tertampung dengan baik sesuai kebutuhan masyarakat di desa-desa.
Sehingga Aceh diharapkan bisa terlepas dari kutukan provinsi termiskin disumatra, kembalikan masa kejayaan Aceh menjadi provinsi yang sejahtera, tidak ada kata tidak mungkin apabila pemerintah serius dan jujur dalam menangani provinsi Aceh, julukan provinsi miskin akan hilang dari provinsi Aceh ini.
Tulisan ini oleh Danu Abian Latif – Founder Sekolah Kita Menulis (SKM) Cabang Langsa Mahasiswa FKIP Universitas Samudra
Leave a Reply