Adanya indikasi sokongan dari cukong-cukong dalam ajang pemilihan di tingkat pusat hingga daerah, persoalan tersebut menjadi satu hal yang marak diperbincangkan banyak pihak menjelang perhelatan pemilihan umum serentak 2024. Pasalnya, orang yang ingin menjadi calon di Pilpres, Pileg maupun Pilkada yang harus mendapat dukungan dari partai politik maupun individu sesuai dengan batas pencalonan yang diatur di dalam undang-undang
Sistem ambang batas atau threshold 20 persen dari pilpres hingga pilkada. Membuat mahalnya biaya untuk mengumpulkan dukungan partai-partai politik untuk mencapai angka ambang batas 20 persen adalah akar penyebabnya. Dalam sistem ini, akhirnya ketua partai politik dikondisikan lebih untuk menjadi pedagang (dealer), bukan menjadi pemimpin (leader). Partai-partai politik lebih menjadi komoditi dagangan yang dibeli cukong untuk modal menjadikan para boneka cukong sebagai pemimpin politik.
Politik sudah tidak lagi sehat, malah menjadi sarana untuk memperkaya orang yang sudah kaya, seperti para cukong dan taipan. Politik sudah tidak lagi menjadi sarana untuk menyejahterakan rakyat. Tidak ada lagi calon-calon pemimpin, dari aktivis, intelektual, atau kelas pekerja yang benar-benar murni berasal dan berjuang untuk rakyat. Hanya boneka cukong yang sanggup memasuki sistem politik yang sangat mahal ini.
Dalam ilmu biologi ini disebut simbiosis mutualisme (hubungan saling menguntungkan). Dibiayai para pemodal/taipan, menghasilkan wakil rakyat dan pemimpin boneka dan koruptor. Pemimpin, dibiayai oleh pemodal pasti akan menuntut bagi hasil, akhirnya sama-sama kita ketahui berapa banyak para pemimpin daerah yang terlibat korupsi, dan sekitar 80 persen tanah dan perijinan sudah diambil oleh para pengusaha Asing dan Aseng.
Maka jangan heran lagi kalau banyak pejabat publik yang hari ini banyak terlibat kasus korupsi, karena mereka diharuskan mengganti rugi uang bantuan dari cukong yang mendukungnya saat pemilu, ada yang lebih berbahaya lagi dibandingkan korupsi uang, yaitu korupsi kebijakan dimana kebijakan yang mengatasnamakan kepentingan rakyat hanya kebohongan belakang.
Ada udang dibalik batu, kebijakan yang dibuat nantinya oleh boneka cukong bukan lagi untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk kepentingan cukong-cukong, gelagat para pemimpin pemerintahan untuk membalas budi para cukong jelas terlihat dari sejumlah regulasi yang diloloskan oleh DPR untuk segera disahkan. Dari sisi UU, pemberian lisensi itu legal.
Karena seorang kepala daerah boleh memberi konsensi tambang kepada pengusaha dengan memperhitungkan prosentase luas wilayah. Pada praktiknya lisensi itu diberikan lebih luas dari yang seharusnya. Bahkan tak sedikit kepala daerah juga berinisiatif membuka izin baru bagi para cukong yang pernah membantu membiayai masa kampanye ketika pemilu sebelumnya.
Alhasil, pemiskinan dan penindasan politik struktural mewarnai kehidupan daerah. Ini sangat ironis melihat pemerintah yang dikendalikan cukong mematikan kemanusiaan, membunuh kehidupan. Kriminalisasi terhadap penggiat HAM, masyarakat sipil, aktivis lingkungan, jurnalis, pers, lebih-lebih rakyat marak terjadi manakala bersentuhan langsung dengan ‘aktivitas’ para cukong.
Berapa banyak masyarakat yang digusur dari kampungnya mengatasnamakan pembangunan ekonomi, infrastruktur, layanan publik dan lain sebagainya untuk kesejahteraan rakyat, tapi nyatanya semua itu dilakukan hanya untuk kepentingan bisnis dan investasi para cukong-cukong dibalik layar.
Kita sudah menjadi asing dinegera kita sendiri, ditembakin gas air mata seolah seorang kriminal, digusur ibaratkan kita seorang pendatang, rumah dihancurkan, apakah sistem politik dinegeri ini sudah baik, apakah sistem demokrasi dari rakyat untuk rakyat benar adanya?, mari kita kembali kaji pemilu ini menghasilkan produk yang sangat mengerikan.
Benar adanya saat pemilu rakyat yang kelihatan memilih (kedaulatan rakyat) seolah demokrasi terjalankan, namun faktanya cara rakyat memilih sidah di atur oleh cuukong. Permainan uang, sembako, piring, periuk, permen diobral diruang-ruang publik. Sedangkan teror, suap, penyalahgunaan jabatan, merongrong diruang tersembunyi.
Kebobrokan demokrasi di negara kita ini jelas atas campur tangan cukong yang terus ikut masuk kedalam ranah politik kita, mau tidak mau idealis para kandidat harus dijual karena mahalnya biaya kontestasi pemilu di negara kita. Mari kita kembali melihat sejarah harapan sistem ini pada masa reformasi dibuat.
Saat Indonesia memasuki masa reformasi, ada harapan besar dari rakyat untuk memiliki pemerintahan yang demokratis dan bebas KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Jalannya pemerintahan yang lebih demokratis dan bebas KKN diharapkan menjadi langkah awal Indonesia menjadi negara maju di kawasan Asia dan kancah Internasional.
Tapi faktanya hal itu hanya mimpi besar yang terkubur, layaknya kesejahteraan rakyat yang terkubur oleh bungkaman boneka para cukong-cukong, kita sebagai masyarakat harus cerdas dan harus melawan supaya tidak tertindas.
Mau bagaimanapun kita harus mengembalikan marwah sistem demokrasi kita, sistem dimana dari rakyat untuk rakyat benar adanya. Kawal dan tetap kritis menyikapi sistem politik di negara ini, kalau kita acuh dan tidak acuh maka bukan tidak mungkin negara yang kita duduki ini semuanya akan di ambil alih oleh cukong-cukong biadab.
“Cuman satu kata, lawan para penghianat rakyat”.
Tulisan ini oleh Danu Abian Latif – SKM Cabang Langsa
Leave a Reply