oleh: M. Sandra Yadi / Mahasiswa Hukum Tata Negara
Indonesia merupakan negara penghasil kekayaan alam yang sangat melimpah, dengan kekayaan alam air dan daratan yang dimiki merupakan suatu keunggulan dalam kemajuan negara ditingkat pertumbuhan prekonomian. Tercatat pertumbuhan perekonomian Indonesia masuk 20 terbesar di dunia dengan menduduki peringkat ke-16, dengan keunggulan yang dimiliki negara terus melakukan eksplorasi alam untuk meningkatkan pemanfaatkan alam dengan tujuan transformasi kemajuan pertumbuhan.
Perputaran dan kemajuan era membuat negara terus melakukan kebijakan yang terbaik demi menjaga daya saing yang tinggi seperti yang diterbitkan pada tahun 2009 pemerintah melakukan kebijakan regulasi nasional Undang-undang No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menjelaskan salah satu butiran Pasal 103 ayat (1) menyatakan bahwa: “Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian didalam negeri”.
Kebijkan Undang-undang No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, merupakan suatu langkah kebijakan hilirisasi industri nasional, demi terlaksananya pertumbuhan ekonomi yang kuat untuk negara. Hilirisasi industri nasional merupakan suatu proses transformasi ekonomi berkelanjutan di mana kebijakan industrialisasi berbasis komoditas bernilai tambah tinggi, menuju struktur ekonomi yang lebih kompleks.
Sekretaris Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rifky Setiawan menyampaikan bahwa hilirisasi pertambangan Indonesia dapat menjadi peluang dan langkah menuju masa depan.
Pada awal januari 2020 secara resmi pemerintah menghentikan ekspor bijih nikel dengan berlakunya Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2019 yang merupakan perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara yang menjelaskan restriksi terhadap ekspor bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7%, kebijakan ini dilakukan untuk menghasilkan pengolahan pemurnian total di dalam negeri.
Dengan kebijakan yang dilakukan oleh Indonesia, menjadikan respon cepat dari salah satu negara Uni Eropa yang beranggapan kebijkan yang dilakukan merupakan pelanggaran terhadap perjanjian General Agreement on Tariffs and Trade (GATT 1994). Pada akhir juni 2023 International Monetary Fund (IMF) mengeluarkan pernyataan Indonesia perlu mempertimbangkan penghapusan secara bertahap kebijakan larangan ekspor nikel dan tidak memperluasnya untuk komoditas lain, dan International Monetary Fund (IMF) juga meminta agar program hilirisasi di Indonesai dikaji ulang, terutama dari sisi analisa biaya dan manfaat, karena International Monetary Fund (IMF) menilai kebijakan hilirisasi merugikan Indonesia.
Dalam laporan Article IV Consultation International Monetary Fund (IMF) pada tanggal 27/06/2023 menjelaskan biaya fiskal dalam hal penerimaan (negara) tahunan yang hilang saat ini tampak kecil dan ini harus dipantau sebagai bagian dari penilaian biaya-manfaat ini. Oleh sebab itu, International Monetary Fund (IMF) mengimbau adanya analisa rutin mengenai biaya dan manfaat hilirisasi. Analisa ini harus diinformasikan secara berkala dengan menekankan pada keberhasilan hilirisasi dan perlu atau tidaknya perluasan hilirisasi ke jenis mineral lain.
Pemerintah telah mencanangkan hilirisasi industri nasional sejak tahun 2010, khususnya pada 3 sektor, yaitu sektor minerba, sektor perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan, serta sektor migas. Rencana ini didukung oleh kebijakan dari berbagai pemangku kepentingan. Program hilirisasi industri nasional ini pemerintah memberikan dampak pada peningkatan realisasi investasi utamanya sektor primer (investasi domestik) dan sektor sekunder (investasi asing), fokus realisasi investasi domestik pada industri pertambangan, sedangkan fokus realisasi investasi asing pada industri logam dasar.
Oleh sebab itu hilirisasi industri nasional ini juga harus memperhatikan dampak kelebihan dan kekukarangannya terutama terhadap dampak pencemaran lingkungan yang harus dijaga demi keberlangsungan ketahanan alam, karena proses hilirisasi industri nasional ini akan menjadikan kegiatan didalam negeri maka akan banyak pertambangan alam yang akan merusak lingkungan.
Dengan kebijakan yang diterapkan ini hilirisasi industri nasional juga memberikan dampak pada kinerja ekspor melalui peningkatan nilai ekspor, sebagai contoh, nilai ekspor nikel dan produk turunannya meningkat menjadi 52,25% pada tahun 2022. Kebijakan ini menunjukkan bahwa peluang daripada kunci untuk kemajuan negara Indonesia ada pada penghasilan alam yang dikelola oleh negara dan dipergunakan sebaik mungkin sesuai dengan amanat konstitusi.
Leave a Reply