Merawat Kebodohan dan Kemiskinan !

Kemiskinan

Sampai hari ini berita mengenai masalah masyarakat yang tidak berpendidikan dan masyarakat miskin sering menghiasi jagat pemberitaan tanah air, menurut data badan statistik pusat jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang, lalu sebanyak 66,07 juta jiwa orang Indonesia yang tidak dan belum sekolah.

Kemiskinan dan kebodohan merupakan masalah dari tahun ketahun yang tak pernah selesai dan kunjung meningkat, apakah kemiskinan dan kebodohan masyarakat di Indonesia terus di rawat guna kepentingan politik?.

Ya bisa jadi, kemiskinan dan kebodohan terus dirawat guna mempraktekkan money politik dalam perhelatan pemilihan umum, Kondisi kemiskinan bisa jadi disengaja oleh pihak pihak yang memiliki kepentingan politik uang, karena dengan tetap adanya kemiskinan maka akan lebih mudah menjamurkan politik uang, karena kebutuhan hidup masyarakat lebih penting daripada kemandirian politik yang sebenarnya.

Kemiskinan adalah kondisi dimana manusia tidak mampu membiayai hidupnya karena ketidakmampuan memperoleh pendapatan untuk mencukupi kehidupan sehari harinya, sehingga kondisi kemiskinan akan mengakibatkan harapan kepada pihak lain untuk membantu dirinya untuk memenuhi kebutuhan sehari harinya.

Maka dapat kita pikirkan secara sederhana bahwa obyek atau sasaran politik uang adalah orang miskin. Karena kemiskinan dan berharap bantuan maka politik uang dianggap sebagai solusi bagi mereka. Karena kondisi kemiskinan inilah pihak pihak yang melakukan politik uang lebih mudah menjalankan aksinya.

Dalam konteks pemilihan umum, partai politik maupun kontestan pemilu seringkali menjadikan warga miskin sebagai komoditas kampanye. Selain menjadi bahan program kampanye, warga miskin juga menjadi sumber suara yang mudah disetir dengan iming-iming uang atau material tertentu.

Setiap kandidat dengan mudahnya menukar suara pemilih dengan sejumlah uang atau material lain seperti sembako untuk memenangkan pemilu. Bagi caleg politik uang adalah jalan pintas meraih suara pemilih. Di lain pihak masyarakat miskin menganggap politik uang adalah rezeki, karena material ataupun uang lebih menguntungkan daripada program-program kerja yang dijanjikan saat kampanye.

Walaupun banyak program pengentasan kemiskinan pihak politik uang dengan sengaja untuk melawan dan tetap menumbuhkan kemiskinan, karena dengan kemiskinan orang akan membutuhkan uang, dan dengan itu politik uang akan masuk sebagai solusi dan mempengaruhi pilihan.

Maka bisa jadi kemiskinan sengaja dihalangi pembangunannya atau bahkan diciptakan oleh para pelaku politik uang, tingkat kemiskinan yang tinggi, kesadaran yang rendah dari warga Indonesia dalam memilih penerima mandat rakyat serta lemahnya instrumen hukumuntuk menjerat pelaku dan penerima politik uang yang menjadikan praktek politik uang semakin marak terjadi.

Peraktek politik uang dikalangan masyarakat miskin ini terbukti sesuai pernyataan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut, penggunaan politik uang pada masa Pemilu terus terjadi tidak lepas dari kondisi 50 persen masyarakat yang miskin atau belum sejahtera. Alex mengatakan, mencegah politik uang tidak mudah karena sudah mengakar di masyarakat. Selain faktor kemiskinan, kata Alex, lebih dari 50 persen masyarakat tidak memiliki riwayat pendidikan yang baik.

Fakta tersebut merupakan bukti bahwa kobodohan dan kemiskinan benar-benar dirawat guna praktek money politik dalam pemilihan umum, praktek ini merupakan jalan pintas bagi para kontestan peserta pemilu untuk mendapatkan kursi-kursi strategis dalam sistem pemerintahan.

Mau bagaimanapun money politik akan terus ada apabila masyarakat miskin dan kebodohan terus ada, maka jalan keluar dari lingkaran setan ini, masyarakat harus mulai cerdas dalam menyikapi situasi politik yang tidak sehat ini.

Amplop dan sembako adalah buktinya nyata pengkerdilan masyarakat, kita jangan mudah tertipu oleh cara-cara seperti itu, sudah sangat jelas pembagian amplop dan sembako merupakan jual beli suara atau sering kita dengar dengan money politik, masyarakat harus hati-hati dalam hal ini karena amplop dan sembako bisa jadi mengindikasikan money politik.

Bagi yang terlibat dengan praktek tersebut bisa masuk kasus penyuapan, sanksi bagi orang yang melakukan politik uang dalam Pemilu 2024 tercantum dalam Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Di dalam pasal tersebut tertulis hukuman bagi orang yang melakukan praktik money politik “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000,00,”.

Partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam upaya mengurangi praktek politik uang dalam proses pemilu. Jangan mau terpedaya hanya dengan iming-iming amplop dan sembako saja mau bagaimana kita sebagai masyarakat harus cerdas dalam menyikapi demokrasi ini, memilih melihat dari integritas pemimpinnya bukan karena sembako dan uangnya.
Putuskan mata rantai peraktek money politik ini, mau bagaimanapun kalau praktek money politik ini dapat diputuskan dan kita sebagai masyarakat sudah cerdas dalam menyikapi hal ini dan tidak menerima uang tersebut, pastinya pemimpin yang amanah dan tidak korupsipun pasti akan terpilih.

Dengan pemimpin yang baik dan jujur yang tidak memikirkan balik modal untuk kampanye pemilu, bisa dipastikan tindakan korupsi tidak akan dilakukan, lalu uang anggaran untuk program mengatasi kemiskinan dan kebodohan dimasyarakat bisa dilakukan dan ditangani secara serius.

Tulisan ini oleh Danu Abian Latif – Mahasiswa FKIP Universitas Samudra / Founder Sekolah Kita Menulis (SKM) Cabang Langsa

Slide Up
x
adbanner