Guru Aantara Kualitas Pendidikan dan Mudahnya Menjadi Guru

Guru

Hari Guru Nasional secara resmi ditetapkan pada tahun 1994 melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994 tentang Hari Guru Nasional. Momen pemilihan Hari Guru Nasional bertepatan dengan hari lahir organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia atau yang kita kenal dengan PGRI tentu momentum ajang hari guru Nasional yang dilangsungkan tidak hanya semata rangkaian seremonial yang lekang oleh waktu, sebab sudah sebaiknya ajang ini justru adalah refleksi bahwa tugas yang mulia yang dilakukan guru-guru kita adalah alasan rasa dan ucapan terima kasih kita sebagai anak didik tak henti kita utarakan, berkat pengorbanan setiap guru-guru kita ini juga lah, kesempatan untuk memaknai dan memahami arti pendidikan dan kehidupan dapat kita rasakan.

Rangkaian kalimat guru sosok pahlawan tanpa tanda jasa yang terukir pada seluruh guru-guru kita adalah harga yang kita persembahkan untuk mengingatkan kita bahwa jasa para guru-guru kita adalah hal besar yang menolong kita semua dalam mengarungi kehidupan sebagai manusia.

Harapannya juga, di momentum hari guru ini, semoga berbagai upaya-upaya nyata yang dilakukan pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan guru mampu menjadi jawaban atas problematika guru dan kehidupannya. Transformasi dana pendidikan dengan meningkatnya jumlah bantuan dana dan kebebasan penggunaannya bisa memberikan kesempatan guru-guru kita yang berstatus honorer mendapat nominal yang lebih layak lagi.

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi siswa pada jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Guru merupakan figur manusia yang menempati posisi sentral dan memegang peranan penting dalam pengembangan mutu pendidikan. Guru berada pada barisan terdepan pendidikan yang berhadapan langsung dengan peserta didik melalui proses instruksional sebagai wahana terjadinya proses pembelajaran siswa dengan nuansa pendidikan. Salah satu faktor yang paling menentukan berhasilnya proses belajar mengajar dalam kelas adalah guru. Tanpa kehadiran guru, otomatis proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik

Saat ini upaya pemerintah terhadap peningkatan mutu pendidikan dilakukan dengan berbagai cara. Pemerintah mulai melakukan pembenahan dengan menaikkan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun nyatanya Indonesia memang dikenal sebagai negara yang kurang perhatian terhadap dunia pendidikan. Global Education Monitoring mencatat, dari 14 negara berkembang yang disurvei, pendidikan di RI menempati peringkat ke-10. Adapun kualitas gurunya berada di ranking terakhir, urutan ke-14.

Fakta itu merupakan konsekuensi logis dari lemahnya kualifikasi pengangkatan guru yang diterapkan selama ini. Kelemahan itu dapat menciptakan celah besar yang memungkinkan siapa saja merasa layak menjadi guru tanpa harus melewati uji kelayakan kompetensi secara ketat terlebih dahulu. Akibatnya, dari 3,5 juta guru yang tersebar di seluruh penjuru negeri ini, tak sedikit yang belum memiliki kelayakan kompetensi. Terbukti, 25% belum memenuhi syarat kualifikasi dan 52% belum mengantongi sertifikat profesi.

Bahkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ada 3,37 juta guru di Indonesia pada tahun ajaran 2022/2023. Jumlah tersebut naik 2,70% dibandingkan pada tahun ajaran sebelumnya yang sebanyak 3,28 juta orang.

Di satu sisi kita ingin meningkatkan kualitas pendidikan kita tapi disisi yang lain ada hal yang menjadi urgensi dan butuh solusi dan dari pemerintahan yaitu Salah satu permasalahan guru di Indonesia yaitu kesejahteran. Masih banyak guru honorer atau swasta yang menerima gaji tidak layak atau di bawah UMR yang menyebabkan kehidupan mereka jauh dari sejahtera.

Gaji yang rendah menunjukkan standar hidup yang rendah pula. Hal ini yang menyebabkan minat masyarakat untuk menjadi guru juga menurun sehingga persaingan generasi muda yang cerdas untuk masuk fakultas keguruan dan mengikuti pendidikan profesi guru juga tidak terlalu ketat. Kesejahteraan yang rendah juga berdampak pada timbulnya krisis motivasi guru dalam belajar yang turut berpengaruh terhadap hasil pendidikan.

 

Tulisan ini oleh Aulia Halsa Sekolah Kita Menulis (SKM) Cabang Langsa / halsaaulia86@gmail.com

Slide Up
x
adbanner