Suara Cabang adalah Kekuatan PB HMI: Harusnya Kongres Sebagai Ajang Perubahan Oleh : Dwi Setiawan

HMI

Dalam setiap siklus pesta demokrasi (kongres) yang ada di Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), kita menyaksikan panggung dimana suara cabang menjadi kekuatan utama yang membentuk nasib PB HMI kedepan. Suara-suara yang beragam, terdengar dari berbagai lapisan kader, menggambarkan esensi sejati dari sistem demokrasi yang ada di HMI.

Pesta demokrasi (kongres) ini harusnya bukan hanya sekedar ceremony politik rutin belaka yang diadakan dua tahunan sekali. Harusnya kongres dapat menjadi ajang perubahan yang mendasar, tempat perwakilan para kader seluruh indonesia bersatu menjadi arsitek arah pembangunan bagi himpunan dan negara ini dimasa depan.

Pada prinsipnya seharusnya kongres adalah ajang penumbuh harapan baru, setiap pemilihan adalah panggilan untuk perwakilan para kader dari seluruh indonesia bersatu dalam keputusan kolektif dimana proses-proses nya mengikuti etika keteladanan ideologis organisatoris, karna bagaimanapun organisasi ini bukan partai politik. Disini harusnya demokrasi bisa menjadi lebih dari sekedar sistem politik, yakni mengakui setiap kader perwakilan dari seluruh cabang sebagai pilar utama pembentukan kebijakan dan kemajuan organisasi ini kedepan.

Pentingnya pesta demokrasi (kongres) ini tentunya tidak hanya sekedar mengacu pada hasil pemilihan. Tetapi yang paling penting adalah perjalanan menuju pesta demokrasi tersebut. kongres ini adalah waktu yang tepat dimana para kader dari perwakilan seluruh cabang diindonesia menggali isu-isu yang kritis dan merumuskan pandangan bersama.

Alangkah eloknya apabila pemilihan kandidat ketua umum ini dilakukan melalui skema kampanye, diskusi, dan pertukaran gagasan membangun jembatan antara para kader seluruh cabang dengan pemimpin potensial yang akan melanjutkan tampuk kepemimpinan organisasi ini kedepan. Karna demokrasi juga merupakan refleksi bagaimana sudah organisasi ini berjalan selama ini dan dari pandangan, pertentangan, perbedaan pendapat akan menciptakan ruang untuk dialog yang produktif dimana ide dapat menjadi alternatif-alternatif yang dapat dipertimbangkan dan masa depan untuk dirancang.

Namun perlu dingat bahwa demokrasi di himpunan ini adalah tanggung jawab bersama. Keterlibatan para kader tidak hanya sebatas pada saat pemilihan, tetapi harus berkelanjutan. Setiap kader juga harus mengambil peran untuk membangun dan menjaga demokrasi ini tetap sehat. Karna pesta demokrasi ini (kongres) bukan hanya sekedar peristiwa politik, melainkan simbol harapan, keberagaman dan persatuan untuk mengarahkan himpunan ini ke arah yang lebih baik.

Namun seringkali impian dan tak berjalan sesuai realita yang ada. Sangat disayangkan jika forum tertinggi dalam organisasi yang didalam nya terdapat orang-orang yang mengaku dari kaum terpelajar dan intelektual bahkan tidak mengedepankan keintelektualannya justru seringkali menjadi forum adu jotos-jotosan, adu otot, baku hantam dan penuh kerusuhan namun masih disebut dengan bagian dari strategi.

Tentunya ada bagian mesin penggerak yang salah dibalik berjalannya sistem penggerak dalam pesta demokrasi (kongres) ini. Kalau kita perhatikan dari sisi yang lain, dimulai dari massa yang terus berdatangan entah dari mana(romli), kemudian serangkaian demi serangkaian berjalannya kongres ini. Sudah menjadi rahasia umum bahwa perekat konsolidasi politik pemenangan sangat bergantung kepada alur distribusi pemodalan. Sehingga semakin banyak modal maka semakin meningkat pula peluang untuk menang.

Mengenai Kongres

Kalau menurut kanda zulfata dalam bukunya yang berjudul Bubarkan HMI? ini disebut dengan politik calo kongres. Ini adalah salah satu permasalahan yang ada didalam bagian mesin penggerak kongres. Orang dengan gelar senior yang bermodalkan investasi jasa yang selalu ditaburkan ke dinda-dinda polos. Padahal para dinda secara tak sadar bahwa suatu saat mereka akan dijadikan komoditi untuk dicalokan.

Kongres sebagai forum tertinggi di organisasi ini memang menarik. Siapa sih kader hmi diseluruh penjuru cabang yang tak ingin berangkat menjadi delegasi mewakili cabang nya untuk pergi ke kongres ini. Namun yang salah adalah pemamfaatan dinda-dinda polos sebagai tim hore-hore, tim lempar kursi dan penggiring konflik agar kongres dapat disetting panjang pendek alur untuk berjalan nya kongres.

Di sela-sela itu lobi-lobi antara para kandidat juga terus berlanjut guna mencari kandidat mana yang lebih kuat. Sehinga para kandidat dengan kekuatan nya yang berlevel-level pada akhirnya akan bertemu dengan sang juru kunci untuk menentukan siapa kandidat yang harusnya jadi pemenang. Akibatnya kongres terus menciptakan laboratorium politik pragmatis yang berada ditangan pengantong suara.

Demikian lah esensi kongres yg penulis tangkap melalui buku Bubarkan HMI? Ini. Kebetulan juga saat ini penulis sedang memantau berjalan nya kongres ke XXXII di Pontianak. Penulis berharap buku ini tidak obyektif melihat gambaran berjalan nya kongres pada masa sebelum-sebelumnya. Walaupun beberapa prosesi runtutan berjalannya pesta demokrasi (kongres) ini mulai sesuai dengan isi buku ini.

Namun terselip harapan mendalam dari penulis bahwa semoga kongres ini dapat berjalan selesai dengan sukses dan damai tanpa ada kesesuaian menurut kongres yg ada di dalam buku Bubarkan HMI?

 

Tulisan ini oleh Dwi Setiawan

Slide Up
x
adbanner